TUGAS PELAYANAN KB
IUD DENGAN PERFORASI
Dosen Pembimbing : Wahyu Pujiastuti, S. SiT
Disusun
Oleh :
1.
Lilis Tiani :
P. 174. 24. 210. 050
2.
Lina Sektiyani : P.
174. 24. 210. 051
3.
Namila Dinni S : P.
174. 24. 210. 056
4.
Nourmalita Anggia D : P. 174.
24. 210. 057
5.
Nugraeni F : P.
174. 24. 210. 062
6.
Nuraini :
P. 174. 24. 210. 063
7.
Nurul Aziza A : P.
174. 24. 210. 068
8.
Nurul Fatimah : P.
174. 24. 210. 069
Kelas Gardenia
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI D III
KEBIDANAN MAGELANG
TAHUN 2012
IUD
DENGAN PERFORASI
KASUS
Ny.
A umur 30 tahun P2A0 , Akseptor IUD 6 bulan datang ke
bidan dengan keluhan perdarahan di luar siklus haid dan ibu tidak bisa meraba
dan tidak bisa melihat benang ekor IUD.
A. Data Fokus
1. Data Subyektif
a.
Ibu
datang dengan keluhan perdarahan diluar siklus menstruasi. Hal ini terjadi
karena perlukaan pada dinding rahim dikarenakan IUD yang menembus dinding
rahim. (Hanafi, 2003)
b.
Ibu datang dengan keluhan tidak bisa
meraba dan tidak bisa melihat benang ekor IUD serta adanya perdarahan. Hal ini
terjadi karena IUD keluar menembus dinding rahim sehingga benang naik ke atas
dan tidak terlihat dari mulut rahim (portio). (Hanafi,2003)
2. Data Obyektif
a. Setelah
dilakukan pemeriksaan ternyata keluar darah melalui jalan lahir (pervaginam).
Hal ini terjadi karena perlukaan pada dinding rahim dikarenakan IUD yang menembus dinding rahim. (Hanafi,
2003)
b. Setelah
dilakukan pemeriksaan ternyata benang tidak terlihat. Hal ini terjadi karena
IUD keluar menembus dinding rahim sehingga benang naik ke atas dan tidak
terlihat dari mulut rahim (portio). (Hanafi, 2003)
3. Pemeriksaan Penunjang
Dalam
hal ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Pemeriksaan USG
(Ultrasonografi). Pemeriksaaan USG dilakukan setelah rujukan karena bidan tidak
memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan USG di BPM.
4. Diagnosa Nomenklatur
Akseptor
KB IUD dengan perforasi
5. Diagnosa Potensial
Bidan menentukan
diagnosa dan masalah potensial yang mungkin terjadi berdasarkan diagnosa dan
masalah yang ditentukan tersebut. Selain itu juga menentukan tindakan untuk
mengantisipasi terjadinya masalah / mencegahnya jika memungkinkan.
Dignosa
potensial pada IUD dengan perforasi yaitu terjadinya Dislokasi dan translokasi
(IUD berpindah tempat). Translokasi IUD yaitu masuknya IUD kedalam rongga perut
sebagian atau seluruhnya biasanya karena adanya perlubangan pada rahim
(perforasi uterus). Hal ini paling sering terjadi pada waktu pemasangan
(insersi) IUD yang kurang hati – hati atau karena adanya lokus minorus pada
dinding rahim atau pada waktu usaha pengeluaran yang sulit.
Perforasi
dengan translokasi IUD sebagaian besar tidak menimbulkan gejala, kebanyakan
baru diketahui setelah beberapa kali periksa ulang dimana benang tidak
terlihat. Perforasi lebih sering terjadi :
a. pada
IUD jenis tertutup
b. pada
pemasangan paska persalinan dan masa laktasi.
c. pada kelainan letak uterus yang tidak
diketahui
Sikap
sebagian besar ahli IUD mengenai translokasi ini adalah sebagai berikut :
a. Karena
IUD yang tertutup ( closed IUD ) yang berlubang dapat menimbulkan obstruksi
usus ( illues ) sebaiknya segera dikeluarkan dengan jalan laparaskopi,
kuldoskopi atau minilaparotomi
b. IUD yang mengandung ion – ion tembaga ( copper )
karena dapat menimbulkan perlekatan – perlekatan organ dalam perut, sebaiknya
segera dikeluarkan seperti diatas.
c. IUD
jenis dan bentuk terbuka ( open IUD ) jika tidak ada gejala dan akseptor dapat
diberi pengertian, pengeluaran IUD tidak perlu terburu – buru. Kecuali bila
akseptor oleh karena ini menjadi tidak tenang, dan meminta dikeluarkan, adalah
kewajiban kita mengeluarkannya. (Mochtar, 1995)
6. Antisipasi Tindakan Segera ,
Konsultasi dan Kolaborasi
Bidan
menentukan tindakan apa yang harus segera dilakukan atau tindakan emergensi
sesuai kondisi klien.
Bidan bisa menentukan konsultasi dengan tenaga
profesional lain jika memang diperlukan.
Bidan menentukan kebutuhan kolaborasi dengan dokter untuk
klien dengan masalah kesehatan atau penyakit yang dialami.
Melakukan antisipasi tindakan
dari diagnosa masalah yang ditemukan, misalnya segera
merujuk klien dengan perforasi IUD.
7. Penanganan di Tempat Rujukan
a.
Penanggulangan Perforasi IUD :
1.
Perforasi partial : Mengeluarkan IUD.
2.
Perforasi komplit, jenisnya :
a. Closed
devices
Harus segera dikeluarkan karena
bahaya peradangan uterus, IUD tertutup yang sudah berlubang dapat menimbulkan
obstruksi usus ( ileus ), maka sebaiknya segera dikeluarkan dengan jalan
laparoskopi, kuldoskopi atau minilaparotomi.
b. Cu devices
Harus segera dikeluarkan oleh karena
bahaya timbulnya reaksi inflamasi dan adhesi sekitar IUD di dalam rongga
peritoneum (adhesi omentum). Juga dapat menimbulkan perlekatan organ dalam
perut.
c. Open -
linear devices
Sampai sekarang masih ada dua
pendapat menurut Medical Advisory Panel IPPF, yaitu :
1)
Tidak perlu dikeluarkan, kecuali bila ada gejala-gejala
dan keluhan pada perut (abdominal).
2)
Harus dikeluarkan meskipun tidak ada gejala-geiala dan
keluhan pada perut (abdominal). Alasan :
Pada saat pemasangan (insersi), ada kuman-kuman yang masuk, kemudian mempertahankan diri dalam
suatu "kepompong" dan pada suatu saat dapat menimbulkan infeksi.
b.
Pra Rujukan
1.
Memberitahu pada ibu dan keluarga
tentang keadaan ibu saat ini bahwa ibu mengalami perlubangan pada rahim karena
IUD yang dipasang menembus rahim (perforasi uterus karena IUD).
2.
Memberitahu kepada ibu efek samping
dari pemasangan IUD yaitu rasa sakit atau nyeri, muntah, keringat dingin,
pingsan (syncope), dan perlubangan pada rahim (perforasi uterus).
3.
Memberikan dukungan moril dengan cara
memberikan support pada ibu dan keluarga serta dukungan materiil kepada ibu dan
keluarga dengan cara mengajukan bantuan ke BKKBN.
4.
Menjelaskan tentang tindakan yang akan
dilakukan di BPM yaitu memberikan konseling, memperbaiki keadaan umum,
memberikan analgetik, dan menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan tempat
rujukan.
5.
Memperbaiki keadaan umum pasien dengan
memberikan makan, minum, dan analgetik (asam mefenamat 500 mg 3X1)
6.
Menjelaskan pada keluarga tentang
kelengkapan administrasi dan rujukan.
c.
Di Tempat Rujukan
1.
Melakukan pemeriksaan Rontgen Abdomen
atau USG
Film
tiga posisi (terlentang, tegak, dan dekubitus lateral) dapat menunjukkan adanya
udara bebas atau cairan bebas didalam rongga peritoneum. Alat kontrasepsi dalam
rahim dapat terlihat.
Jika
dicurigai terjadi perlubangan (perforasi), lokasi IUD harus ditentukan
menggunakan ultrasonografi. Jika pemeriksaan ini menunjukkan bahwa IUD telah
menembus rahim (uterus) dan seluruh atau sebagian telah berada didalam rongga
panggul (pelvik abdomen), IUD harus dikeluarkan karena tembaga dapat
menyebabkan reaksi jaringan yang menyebabkan perlengketan di dalam rongga perut
(intraperitonial). Pengeluaran digunakan dengan menggunakan laparoskop untuk
mencari IUD atau melakukan laparotomi. (Derek Llewellyn-Jones. 2002. Dasar –
Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta : Penerbit Hipocrates).
2.
Ada kehamilan : Memeriksa dengan ultrasonografi
3.
Tidak ada kehamilan :
Melakukan sondage cavum uteri :
· Sondage positif : IUD intra uterin
· Sondage negative :
- X-Foto pelvis dengan sonde in utero,
atau memasukkan IUD macam lain intra uteri
- Histerografi,
untuk menentukan apakah AKDR terletak di dalam atau di luar cavum uteri
- Histeroskopi
- Ultrasonografi
4.
Memberikan cairan intravena.
5.
Mempersiapkan transfusi darah.
6.
Memberikan antibiotik.
7.
Melakukan pembedahan abdomen
eksplorasi.
8. Follow Up dari Penanganan
a.
Memberitahu kepada ibu dan keluarga
keadaan ibu saat ini.
b.
Melakukan perawatan luka serta
mengajarkan pada ibu cara merawat luka.
c.
Menganjurkan ibu untuk memenuhi asupan
nutrisi.
d.
Menganjurkan ibu untuk minum obat
secara teratur dan istirahat yang cukup.
e.
Memberikan konseling kepada
ibu tentang KB yang aman digunakan setelah ibu mengalami perforasi karena IUD
yaitu dengan menggunakan metode kontrasepsi non hormonal. Karena
f.
Menganjurkan ibu untuk kontrol sesuai
anjuran dokter.
g.
Pendidikan kesehatan mengenai hal-hal
yang sebaiknya dihindari setelah operasi, misal berhubungan seksual.
Ibu dikatakan sembuh
apabila :
a. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
b. Perdarahan karena perforasi sudah berhenti
c.
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan
palpasi abdomen, ibu tidak merasakan nyeri tekan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1995. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Scott,
James R, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri
Ginekologi. Jakarta : Widya Medika.
Wiknjosastro,
Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta
: Yayasan Bina Pusataka Sarwono Prawirohardjo.
Hartanto,
Hanafi. 2002. Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Cunningham,
F. Gary, dkk. .... Obstetri Williams
Edisi 21. Jakarta : EGC.
Llewellyn,
Derek, dkk. 2002. Dasar-dasar Obstetri
dan Ginekologi. Jakarta : Peneerbit Hipocrates