A. TOXOPLASMOSIS
1.
Temuan
klinis
Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak menampakan gejala walaupun
10%-20% ibu yang terinfeksi didapatkan adanya iymphadenopathy. Infeksi dapat
ditemukan pada sindrom mononucleosislike dengan adanya kelelahan dan lesu,
jarang terjadi pada encephalitis.
BBL dengan menderita toxoplasma congenital terinfeksi saat berada di dalam
uterus secara transplacental. Choriuretinitis merupakan manifestasi klinis yang
serinng muncul apada BBL sebagai gejala toxoplasma. Berikut adalah
temuan-temuan yang didapatkan pada bayi dengan infeksi toxoplasma congenital:
chorioretinitis, hydrocephalus, penyakit kuning, hepatosplenomegali,
mikrosefali, glaucoma, kejang, demam, hipotermi, limpadenopati, mual, diare,
katarak, mikroftalmia, syaraf mata atrofi, pneumonia.
2.
Penularan
a.
Kucing
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Sekitar ½ dari
beberapa kucing yang diuji mempunyai antibody toxoplasma. Ini berarti bahwa
kucing tersebut terinfeksi karena memakan hewan pengerat dan burung pemakan
daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi, kucing mengeluarkan
oocyst yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran oocyst terus menerus sampai
sekitar 2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih kembali. Hewan ini mudah
terinfeksi lagi dan dapat mengeluarkan oocyst ketika terinfeksi oleh organisme
lain.
Feses kucing sudah sangat infeksius. Oocyst dalam feses menyebar melalui
udara dan ketika dihirup akan dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme
ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran dan dapat dicegah dengan pembuangan
sampat setiap hari. Jika oocyst terkandung dalam tanah sisa-sisa partikel
berada di atasnya dan akan terbawa arus air hujan. Sisa oocyst dapat bertahan
hidup sampai lebih dari 1 tahun tetapi tidak aktif dalam keadaan beku,
kekeringan, panas lebih dari 50 °C atau terkontak dengan ammonia, biodin atau
formalin.
b. Daging
Wabah “christiaan barand” adalah contoh penularan toxoplasma melalui
daging. Konsumsi daging yang terinfeksi adalah penyebab utama toxoplasma di
Eropa, dimana dibatasinya penggunaan lemari pendingin dan biasanya daging tidak
dibekukan. Seharusnya daging dimasak pada suhu yang tinggi untuk mecegah
terjadinya penularan toxoplasma
3.
Diagnosis
a.
Ibu
Diagnosa klinis toxoplasma akut tidak dapat dipercaya apabila tidak
ditemukan tanda yang spesifik berkaitan dengan infeksi. Namun demikian toxoplasma
akut harus dipertimbangkan pada setiap wanita hamil dengan limfa denopati,
utamanya meliputi rahim posterior, dan atau gejala mononucleosisslike.
Diagnosa utama infeksi toxoplasma selama kehamilan adalah meliputi salah
satu dari hal berikut:
1)
Menunjukan
hasil yang positif pada uji yang dilakukan
2)
Terjadi
peningkatan antibody yang diperoleh dari serum ibu pada dua kali pemeriksaan
yang berbeda, atau
3)
Terdeteksi
antibody IgM toxoplasma
Pada usia remaja dengan infeksi primer jarang terjadi perkembangan antibody
IgG dan IgM. Antibody IgG spesifik toxoplasma berkembang dalam waktu 2 minggu
setelah terinfeksi dan berlangsung selamanya. Perkembangan antibody IgM spesifi
toxsoplasm terjadi dalam 10 hari setelah terinfeksi dan meningkat 6 bulan
sampai > 7 tahun.
The enzyme linked immunosorbent assay (Uji Elisa) asay test untuk
melihat tingginya perkembangan antibody IgM dapat bertahan sampai beberapa
tahun. UJI IVA (Indairec immaunofluorescence Antibody Test untuk IgM toxoplasma
spesifik biasanya menunjukan kadar yang tinggi pada 6 bulan setelah terinfeksi,
berikutnya titer akan menurun. Uji IVA lebih bermanfaat dari uji Elisa
dalam membedakan infeksi adanya primer pada wanita hamil.
b. Anak
Gejala klinis pada bayi baru lahir akan dapat ditemukan seperti pada temuan
diatas. Gejala klinik yang paling banyak ditemukan adalah chorioretinitis,
penyakit kuning, demam, dan hepatosplenomegali. Adanya IgM toxoplasma spesifik
pada bayi baru lahir memperjelas diagnosa infeksi congenital. Adanya kista
toxoplasma gondii pada pemerikaan histology plasenta juga mendukung kuat
diagnosa infeksi pada bayi.
c. Diagnosa prenatal
Mendiagnosa toxoplasma pada kehamilan dipercaya dengan cairan amnion atau
darah janin yang dapat didiagnosa dengan amniosentesis atau cordosentesis.
IgM spesifik toxoplasma jika didapatkan pada darah janin dari cordosentesis
dapat pula digunakan untuk mendiagnosa infeksi janin namun sayangnya antibody
IgM janin sedikit berekembang sampai umur kehamilan 21 sampai 24 minggu.
4.
Penatalaksanaan
dan pencegahan
a.
Ibu
Prognosa pada infeksi yang akut baik, kecuali pada keadaan imonosekresi
yang amat besar. Wanta hamil dengan infeksi akut dapat dirawat dengan kombinasi
pyrimethamine, asam folimik dan sulfonamide. Dosis standar pyrimethamine adalah
25 mg/hari/oral dan 1 gr sulfadiazine peroral 4 X/hari selam 1 tahun.
Pyrimethamine adalah musuh dari asam folik dan oleh karena itu
mungkinmemberikan efek teratogenik jika diberikan pada trimester I. Asam
folimik diberikan dengan dosis 6 mg secara IM atau per oral setiap pada hari
yang berbeda untuk mengetahui apakah benar habisnya asam folat disebsbkan oleh
Pyrimethamine.
Spiramycin adalah ejen lain yang digunakan pada pengobatan toxoplasma akut dan dapat diperoleh pada
pusat pengontrolan penyakit di USA, ini biasa digunakan di Eropa dan karenanya
tidak ada pengawasan yang baik terhadap kemanjuran obat ini
b. Janin
Adanya gejala infeksi pada bayi lahir harus ditangani dengan pemberian
pyrimethamine dengan dosis 1 mg/kg/hr/oral selam 34 hari, dilanjutkan dosis 0,5
mg/kg/hr selam 21-30 hari dan sulfadiazine dengan dosis 20 mg/kg per oral selam
1 tahun. Pada saat menginjak remaja diberikan asam folimik 2-6 mg secara IM
atau oral 3 X seminggu walaupun pada saat bayi dia mendapatkan pyrimethamine.
Infeksi congenital pada bayi baru lahir bukan merupakan infeksius, oleh karena
itu tidak perlu diisolasi. Bayi baru lahir yang tiak menunjukan infeksi dan
positif antibody IgG toxoplasma spesifiknya mungkin didapatkan dari ibunya
secara transplasetal. Pada bayi yang Tidak ditemukannya temuan yang lain yang
mencurigakan terjadinya infeksi congenital., harus dipantau, apabila tidak
terinfeksi harus menunjukan adanya penurunan titer antibody IgG terhadap
toxoplasma.
B. RUBELLA
Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan sering menyebabkan
cacat bawaan pada janin. Sering dijumpai apabila infeksi dijumpai pada
kehamilan trimester I (30-50%). Anggota tubuh anak yang bisa menderita
karena rubella:
1.
Mata
(katarak, glaucoma, mikroftalmia)
2.
Jantung
(Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum terbuka)
3.
Alat
pendengaran (tuli)
4.
Susunan
syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)
Dapat pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologik
(termasuk trombositopenia dan anemia), hepatosplenomegalia dan ikterus,
pneumonitis interstisialis kronika difusa, dan kelainan kromosom. Selain
itu bayi dengan rubella bawaan selama beberapa bulan merupakan sumber ibfeksi
bagi anak-anak dan orang dewasa lain.
1.
Diagnosis
Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir
sama dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama sekali.
Virus pada rubella sering mencapai dan merusak embrio dan fetus.
Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus atau dengan dotemukannya kenaikan
titer anti rubella dalam serum.
Nilai titer antibody
a.
Imunitas
1:10 atau lebih
b.
Imunitas
rendah < 1:10
c.
Indikasi
adanya infeksi saat ini ³ 1:64
Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka abortus
buatan perlu dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan cacat
bawaan menjadi kurang yaitu 6,8% dalam trimester II dan 5,3% dalam trimester
III.
2.
Tanda dan
Gejala klinis:
a.
Demam-ringan
b.
Merasa
mengantuk
c.
Sakit
tenggorok
d.
Kemerahan
sampai merah terang atau pucat, menyebar secara cepat dari wajah ke seluruh
tubuh, kemudian menghilang secara cepat
e.
Kelenjar
leher membengkak
3.
Penatalaksanaan
dan pencegahan
Hingga kini tidak ada obat-obatna yang dapat mencegah viremia pada orang
yang tidak kebal.. manfaat gamaglobulin dap\lam hal ini masih diragukan, yang
lebih manjur ialah vaksin rubella. Akan tetapi, vaksinasi ini sering
menimbulkan artralgia atau arthritis, dan pula vaksinasi yang dilakukan tidak
lama sebelum terjadinya kehamilan atau dalam kehamilan dapat menyebabkan
infeksi janin. Karena itu, lebih baik vaksinasi diberikan sebelum
perkawinan. Pemberian vaksin pada wanita selam kunjungan prekonsepsi
dianjurkan untuk uji serologi varicella apabila klien selama masa
kanak-kanaknya tidak mempunyai riwayat infeksi, kontraindikasi pada kehamilan
adalah menghindari konsepsi selama 3 bulan setelah vaksinasi.
C. CMV (CITOMEGALO VIRUS)
Cytomegalovirus – CMV
adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga
memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi
darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ;
transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada
persalinan pervaginam.
Infeksi primer CMV dapat terjadi dengan frekuensi 1-2%. Infeksi
congenital kekerapannya adalah 1-2% dari kehamilan. Walaupun jarang,
10-15% anak yang mengalami
infeksi congenital akan mengalami cacat bawaan. Bila infeksi terjadi pada
trimester I atau awal trimester kedua dapat timbul keadaan hydrocephalus,
mikrocephalus, mikroftalmia, hernia, gangguan pendengaran, retardasi mental dan
mungkin ditemukan kalsifikasi serebral. Bila infeksi terjadi pada
bulan-bulan terakhir kehamilan dapat dijumpai hepatosplenomegali,
trombositopeni, purpura, korioretinitis, dan pneumonitis. Selain melalui
plasenta, infeksi dapat sampai ke BBL melalui kontak virus dari servik, ASI,
faring, dan urin ibu yang melahirkannya. Transfusi darah juga dapat
menularkan infeksi CMV. Infeksi yang terjadi setelah lahir ini akan
menampilkan gejala pneumonia, hepatosplenomegali dan sepsis yang tarjadi pada
bulan pertama kehidupannya.
1. Diagnosis
Diagnosis pada ibu ditegaskan melalui pemeriksaan serologik, karena klinis
tidak menunjukkan gejala yang khas. Virus biasanya dapat diisolasi dalam
pembiakan jaringan. Hingga kini tidak dikenal pengobatan yang manjur bagi
penyakit ini bagi ibu maupun neonatus. Kesulitan lain ialah bahwa infeksi
CMV pada ibu biasanya tidak menimbulkan gejala dan sering tidak
diketahui. Bila diketahui terdapat gejala infeksi, maka dapat diberi
pengobatan simptomatik dan istirahat. Ibu dengan status imunitas yang
rendah dan infeksi yang berat perlu diberi obat antivirus.
2.
Dampak Terhadap Kehamilan
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US
dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung
dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat
terjadi pada ibu yang asimptomatik. Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan
sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%.
10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
a. Hidrop non
imune
b. PJT simetrik
c. Korioretinitis
d. Mikrosepali
e. Kalsifikasi
serebral
f. Hepatosplenomegali
g. hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak
dikemudian hari dapat menunjukkan gejala :
1.
Retardasi mental
2.
Gangguan visual
3.
Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa
besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin. CMV
rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke
janin sebesar 0.15% – 1%
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.
Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah
Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.
Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah
Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :
1.
Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop,
asites atau kelainan sistem saraf pusat
2.
Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion
D. HERPES
Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan.
Walaupun demikian, penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin dan
bayi. Pada bayi dapat dijumpai gelembung-gelembung pada kulit di seluruh
badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir mulut. Kematian bayi
dapat pula disebabkan oleh ensefalitis herpes virus.
Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung
berisi cairan di vulva, vagina, dan servik, yang dikenal juga dengan nama
herpes simpleks.
Penularan kepada anak dapat terjadi melalui:
1.
Hematigen
melalui plasenta
2.
Akibat
penjalaran ke atas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah
3.
Melalui
kontak langsung pada waktu bayi lahir
Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambung-gelambung di daerah
alat kelamin, ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam
sel-sel epitel vulva, vagina atau servik setelah dipulas menurut papanicolau,
memberi kepastian dalam diagnosis.
Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat
kronik, recurrent, dan dapat dikatakan sulit diobati. Sampai saat ini
hanya satu cara pengobatan herpese yang cukup efektif, yaitu antivirus yang
disebut acyclovir. Obat-obat analgetik dipakai untuk mengurangi rasa
nyeri di daerah vulva. Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan,
kecuali bila infeksi yang terjadi merupakan keadaan yang mengancam kematian
ibu, seperti adanya ensefalitis, pneumonitis, dan atau hepatitis, dimana
acyclovir dapat diberikan secara IV. SC dianjurkan pada wanita yang pada
saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada genetalia, untuk menghindari
penularan akibat kontak langsung. Karena bila dengan persalinan
pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi. Pada pasca persalinan, ibu
yang menderita herpes aktif harus diisolasi. Bayinya dapat diberikan
untuk menyusui bila ibu telah cuci tangan mengganti baju yang bersih.
E.
VARICELLA
Varicella merupakan
infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster. Gambaran klinis
berupa vesikel di atas kulit kemerahan yang akan berubah menjadi polimorf
disertai gejala konstitusi terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. virus
varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya
mengenai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malaise, dan erupsi
kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi
vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng.
1. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh
dunia, terutama menyerang kelompok umur anak-anak dan juga bisa menyerang orang
dewasa. Penyebarannya melalui droplet lewat udara. Masa penularan lebih kurang
7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit.
2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh
infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV) Penamaan virus ini memberi pengertian
bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela,
sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan
herves zoster
3. Patogenesis
Infeksi virus masuk bersama airborne
droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak tertutup kemungkinan penularan
juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui system respirasi.
Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial, kemudian
akan terjadi viremia disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya
lesi di permukaan virus. Virus masuk melalui mukosa saluran pernafasan dan
diduga berkembang biak pada jaringan kelenjar regional. 4 – 6 hari setelah
infeksi, diduga viremia ringan terjadi, diikuti dengan virus menginfeksi dan
berkembang biak di organ seperti hati, limpa dan kemungkinan organ lain. Lebih
kurang 10 – 12 hari setelah infeksi terjadi viremia kedua di mana pada saat
tersebut virus bisa mencapai kulit. Rash muncul sesudah 14 hari infeksi. Lesi
kulit yang terjadi berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi papula,
vesicula, pustula, dan krusta sesudah beberapa hari. Vesicula biasanya terletak
pada epidermis.
4.
Gejala Klinis
a.
Masa inkubasi 14-21 hari
b.
Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai
gejala prodromal
c.
Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa lesi
kulit muncul 2-3 hari setelah demam, malaise, sakit kepala, anorexia
d.
Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke
muka dan ekstremitas juga dapat mengenai selaput lendir. Lesi berupa makula
eritema dalam beberapa jam akan berubah jadi papula, vesikula, pustula dan
krusta.
e.
Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru
sehingga menimbulkan gambaran yang polimorf
5.
Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar
gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan dengan melakukan
biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam
Pada tes serologi IgM varicella
zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau CFT. IgG juga
meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM. Pemeriksaan untuk
menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA -Fluorescent
Antibody Membrane Antigen.
6. Dampak
terhadap Kehamilan
5 – 10%
wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella
akut terjadi pada 1 : 7500 kehamilan.
Komplikasi
maternal yang mungkin terjadi :
1. Persalinan preterm
2. Ensepalitis
3. Pneumonia
7. Penatalaksanaan
1. Topikal
: Bedak dan antibiotika
2. Sistemik :
Sedativa, antipiretik, antibiotika untuk infeksi sekunder, acyclovir.
1) Antivirus: Asiklovir
Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat,
misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan
daya tahan tubuh
2) Antipiretik: Untuk menurunkan
deman
-Parasetamol
atau ibuprofen
-Jangan berikan aspirin pada anak anda. Pemakaian
aspirin pada infeksi virus
(termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal,
yaitu sindroma Reye.
3) Antihistamin: Untuk mengurangi
gatal
4)
Salep antibiotika: Untuk mengobati ruam yang terinfeksi
5)
Antibiotika: bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada
kulit
6) Dapat
diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).
Pengobatan
varisela dibagi menjadi dua yaitu pada penderita normal dan penderita dengan
imunokompromise atau penurunan sistem imun :
1. Normal
1) Neonatus
–> Acyclovir 500mg/m2 setiap 8 jam selama 10 hari.
2) Anak-anak
–> terapi sintomatis atau acyclovir 20mg/kgbb dibagi 4 dosis selama 5 hari.
3) Dewasa
atau dengan kortikosteroid –> Acyclovir 5x 800mg selama 7 hari.
4) Wanita
hamil , Pnemonia –> Acyclovir 5×800mg selama 7 hari atau acyclovir IV
10mg/kgbb setiap 8jam selama 7 hari. Terapi simptomatik namun harus dilakukan
pemeriksaan sinar x torak untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat
bahwa komplikasi pneumonia terjadi pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas
40%.
Bila terjadi
pneumonia maka perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi
dengan antiviral oleh
karena perubahan dekompensasi akan sangat cepat terjadi. Sindroma varicella
kongenital dapat terjadi. Diagnosa sindroma didasarkan atas
temuan IgM dalam darah talipusat dan
gambaran klinik pada neonatus antara lain :
1.
Hipoplasia tungkai
2.
Parut kulit
3.
Korioretinitis
4.
Katarak
5.
Atrofi kortikal
6.
mikrosepali
7.
PJT simetrik
Resiko
terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan
antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang
dari 13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu
pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%. Bila
infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan
janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting” Bila
infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca
persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi
hebat dengan mortalitas 30%.
2.
Imunokompromise
1) Penyakit
ringan –> Acyclovir 5×800mg selama 7-10 hari
2) Penyakit
sedang –> Acyclovir IV 10mg/kgbb selama 7 hari atau lebih lama
3) Acyclovir
resisten (AIDS) –> Foscarnet IV 40mg/kgbb sampai penyakit teratasi
DAFTAR
PUSTAKA
- American College of Obstetrician and Gynecologist : Rubella in Pregnancy. Technical Bulletin no 171. Washington DC , ACOG 1992
- Dontigny L, Arsenault My, Martel MJ : Rubella in Pregnancy. SOGC Clinical Practice Guideline ,No 203, February 2008. http://www.sogc.org/guidelines/documents/guiJOGC203CPG0802.pdf retrieved on September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar